JAKARTA – REPORTASE, Amran Mustary, tersangka kasus korupsi pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR), meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak tebang pilih dalam menetapkan tersangka.
Menurut Amran, meski sudah ada tujuh orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka, namun hanya dirinya tersangka dari pihak pemerintah sedangkan lainnya dari swasta.
Melalu pengacaranya Hendra Karianga menjelaskan, pihak Amran merupakan Kepala BPJN IX Maluku Utara pun mengaku tidak terima dengan kondisi ini.
“KPK harus segera menelusuri keterlibatan pejabat Kementrian PUPR lainnya. Pak Amran hanya pejabat bawahan yang tidak mempunyai peran besar,†kata Hendra Karianga. (30/8)
Lebih lanjut, bahwa Amran hanya melakukan monitoring, apakah pekerjaan sudah dilakukan dan seterusnya ada pokja ada satker. Mereka ini di-SK-kan kedudukannya sama-sama dengan kepala balai.
Dari aspek hukum administrasi mereka sama-sama dilegalkan, diangkat oleh Menteri.
Menurut Hendra lagi, kliennya memang melakukan pertemuan dengan pihak pengusaha dalan hal ini Abdul Khoir dan rekan-rekannya di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan. Pertemuan ini membahas mengenai imbalan yang diterima anggota dewan untuk memuluskan proyek.
“Dia hanya menjalankan perintah atasannya di Kementerian PUPR dan Komisi V DPR. Klien saya hanya eselon III, diperintahkan sama DPR RI, masa dia nggak tunduk,†tegas Hendra.
Masih kata Hendra, Amran memang menerima uang sebesar 15 milyar rupiah dari proyek-proyek tersebut. Tetapi jumlah sebesar itu tidak dinikmati sendiri. Namun diberikan kepada pihak lain yang merupakan atasannya di Kementrian PUPR.
“Sudah jadi rahasia umum kontraktor harus membeli pekerjaan atau proyek itu. Lima bekas milyar rupiah itu tidak dimakan sendiri tapi dibagi- bagikan. Mengalir sampai di atasannya Amran, mulai dari Kepala Biro, Dirjen hingga Sekjen juga DPR,†lanjut Hendra. (Alif)