JAKARTA – RN.COM Indonesia Narkotics Watch memandang Tim Pencari Fakta (TPF) penelusuran testimoni Freddy Budiman perlu memeriksa dan meminta keterangan Kepala Badan Narkotika Nasional saat ini Komjen Pol. Budi Waseso dan dua mantan Kepala BNN sebelumnya, yakni Komjen Pol. Purn Anang iskandar dan Komjen Pol. Purn Gories Mere. Keterangan ketiganya akan sangat penting dan berguna dalam upaya mengungkap kebenaran pengakuan ini.
“Sebab kasus peredaran gelap narkoba yang melibatkan Freddy Budiman mencuat sejak penangkapannya tahun 2009 dan berproses hingga akhirnya dieksekusi. Ketiga pejabat diyakini sangat mengetahui sepak terjang Freddy”, ujar Ketua Indonesia Narcotics Watch Josmar Naibaho di Jakarta (15/8).
Untuk mempercepat pengungkapan kasus ini, semua instansi seperti BNN, Polri, Bea Cukai dan Kejaksaan juga harus memberi ruang seluas luasnya kepada TPF untuk mengakses data dan informasi yang berhubungan dengan kasus ini. Termasuk memanggil dan meminta keterangan semua petugas yangani kasus Freddy Budiman.
Data dari INW menunjukkan, kasus yang melibatkan Freddy Budiman ini dimulai sejak tahun 2009 lalu saat ia ditangkap disebuah apartemen di Jakarta Barat dengan barang bukti 500 gr sabu. Saat itu Kalakhar BNN dijabat oleh Komjen Pol. Pur Gories Mere. Masih di era Gories Mere, usai menjalani hukuman, pada April 2011 ia kembali ditangkap atas kepemilikan 300 gr heroin, 27 gram sabu dan 450 gram bahan pembuat ekstasi.
Dari balik jeruji besi, pada tahun 2012, Freddy Budiman kembali terlibat kasus import 1.5 juta butir ekstasi dari China dan 400 butir ekstasy dari Belanda. Proses hukum kasus ini ditangani BNN yang kala itu dipimpin Komjen Pol. Pur. Anang Iskandar.
Di era kepemimpinan Budi Waseso, Freddy Budiman menjalani eksekusi. Namun eksekusi ini menyisakan persoalan. “Wasiat” Freddy yang dititipkan ke Haris Azhar menuding keterlibatan aparat hukum yang disebut menerima aliran sejumlah dana. (RJ)