BANYUMAS REPORTSEÂ Penggunaan penanggalan jawa perayaan Idhul Fitri dan Idhul Adha yang mereka rayakan selalu berbeda dengan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Seperti di Mushalah Al-Iklas Desa Keracak, Kecamatan Ajibarang, Banyumas Jawa Tengah. Ratusan jamaah melakukan shalat idul adha sehari setelah umat islam lainnya melaksanakan.
Usai shalat para jamaah Aboge berbagi makanan ke satu sama yang lainya. Suasana kekeluargaan sangat terasa ketika masing-masing warga membawakan menu makanan yang berbeda khas jawa.
kami disini berbaur dengan warga lain menikmati makanan yang sudah dipersiapkan oleh masing masing warga. Suasana seperti ini sudah terjalin puluhan tahun lalu saat peringatan Lebaran idul adha, bagi pengikut aliran Aboge, kata Jamang Sudiono Jamaah. Rabu (14/9).
Setelah makan bersama, acara dilanjutkan dengan memotong hewan qurban untuk dibagikan ke warga sekitar.
Seperti diceritakan sejarah jawa, masuknya Islam ke tanah Jawa disaat penduduk telah memiliki tradisi dan budaya yang berupa kepercayaan. Adanya kekuatan pada benda-benda tertentu, adanya kekuatan pada arwah orang yang meninggal dan adanya kekuatan pada binatang-binatang.
Tradisi ini telah diwariskan secara turun temurun yang diyakini dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka ketika Islam datang, keyakinan dan kepercayaan ini melebur ke dalam budaya Islam.
Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Sinkretisme Islam, yaitu akulturasi budaya Islam dengan tradisi lokal. Di antara bentuk akulturasi budaya lokal (Jawa) dengan Islam adalah tradisi yang dianut oleh komunitas Islam Alip Rebo Wage (Aboge) di Jawa.
Komunitas ini melaksanakan tradisi-tradisi Jawa dengan dibumbui tradisi Islam, maka munculah Islam dengan kekhasan dari komunitas lainnya.
Seperti masih digunakannya model Penanggalan Islam Jawa untuk menetapkan awal Ramadhan, Hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha. (KS/TA)