Ratusan petani menggelar aksi demonstrasi di Kantor DPRD Provinsi Jambi, Selasa (26/9). (foto: istimewa).
Jakarta, reportasenews.com – Ratusan petani hingga anak-Anak menggelar aksi demonstrasi di Kantor DPRD Provinsi Jambi, Selasa (26/9). Mereka menuntut pemerintah serius dalam menjalankan reformasi agraria.
Dalam aksinya para petani membentang berbagai poster dan spanduk diantaranya bertuliskan ‘Situasi Agraria di Jambi Dalam Bahaya’
Para petani protes karena saat ini Jambi berada di posisi ke-3 dengan konflik agraria tertinggi di Republik Indonesia.
Massa aksi juga mengeluhkan kriminalisasi yang dialami petani. Sadiwi (55), petani yang berasal dari Kabupaten Tebo, Jambi mengatakan para petani terus menerus terjebak dalam konflik agraria. Bahkan, terdapat sejumlah petani yang mengalami kriminalisasi.
“Bebaskan petani yang dikriminalisasi. Wujudkan reforma agraria sejati,” katanya saat berorasi dikutip dari CNNIndonesia com.
Ia menilai tidak ada keseriusan dari pemerintah dalam menjalankan reforma agraria,” tambahnya.
Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jambi, Frans Dodi mengatakan ada 14 konflik agraria yang ‘meletus’ di Jambi tahun ini. Walau Kementerian ATR/BPN menyematkan Jambi berada di posisi ke-3 konflik agraria terbanyak, menurut KPA bahwa provinsi ini masih berada posisi ke-2.
“Kalau menteri itu bilang konflik agraria berkurang, kalau analisis kita malah bertambah (konflik agraria). Artinya, tetap nomor dua konflik agraria. Proses konflik agraria ini kan tidak terlepasnya dari kebijakan dan pemerintah yang menerbitkan izin dan HGU,” katanya.
Dodi mengungkapkan terdapat 28 petani yang dikriminalisasi. Sebanyak 12 orang di antaranya sudah ditahan.
“Kami meminta bebaskan mereka. Sesungguhnya mereka memperjuangkan hak. Secara konstitusi jelas. Proses hukumnya juga harus jelas dan transparan. Kemudian ketika kami membuat laporan, tidak terima,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Jambi Abdul Hamid tidak menafikan bahwa Jambi berada di posisi ke-3 konflik agraria terbanyak. Ia mengatakan terdapat benturan antara masyarakat, ketetapan adat, dan perusahaan.
“Itulah salah satu penyebab adanya pansus. Harus kita luruskan. Kita senang investasi bisa masuk ke Jambi. Namun, jangan sampai masyarakat kena imbas yang kurang positif,” katanya.
Ia pun mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan mengadakan rapat untuk menangani konflik agraria yang berlanjut. (bud)