Site icon Reportase News

Uji Materi Perpu 49 PUPN, Jimly Asshiddiqie : Pendapat Ahli Sudah Didengar Tunggu Saja Putusan MK

Prof. Dr. H. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H Ketua Mahkamah Konstitusi periode (2003–2008) foto. Ist

Jakarta, Reportasenews – Keterangan Dr Maruarar Siahaan dan Prof. Nindyo Pramono sebagai saksi ahli pada sidang uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara (Perpu PUPN) di Mahkamah Konstitusi ramai menjadi sorotan di berbagai media massa.

Maruarar menegaskan dalam menjalankan tugasnya PUPN harus melalui due process of law, yaitu memberikan kesempatan kedua belah pihak untuk mengemukakan dasar hukum dan memberikan bukti yang dilakukan secara adil, jangan main sita begitu saja.

“Ada bukti otentik dari  audit BPK bahwa bukan bank pemohon yang menerima uang itu tapi bank lain yang ada di bank indonesia. Menurut saya ini justru ada pencurian atau korupsi kalau itu pejabat negara, tapi kenapa  tidak ada tanggapan dari pihak pemerintah dalam hal ini PUPN. Ini menjadi masalah besar, karena kepastian hukum adalah kepastian yang adil”, ungkap Maruarar.

Mantan hakim MK ini juga heran ada orang bisa mengambil uang di Bank Indonesia, artinya di lembaga-lembaga negara yang penting ini juga harus diperhatikan

“Bagaimana anda akan membiarkan ini, semua pura-pura tidak tau, termasuk PUPN”, ucapnya heran.

PUPN merupakan pengurus piutang negara yang menerima penyerahan piutang dari Menteri Keuangan. Setelah menerima penyerahan piutang, PUPN dengan kewenangan yang dimilikinya melakukan pengurusan piutang negara. Keterangan ini disampaikan Ketua PUPN Pusat, Rionald Silaban di hadapan hakim MK.

Dengan kewenangannya, PUPN melalui KPKNL dan Satgas BLBI kemudian melakukan penyitaan dan lelang sejumlah aset pribadi dan keluarga Andri Tedjadharma yang tidak pernah dijaminkan ke pihak manapun.

Sementara menurut saksi ahli, Nindyo Pramono, pemegang saham suatu PT perbankan yang tidak pernah menandatangani PKPS, tidak pernah menandatangani MSAA, MRNIA ataupun APU, dan tidak pernah menjadi personal guarantee, kemudian secara sepihak ditetapkan
sebagai penanggung utang adalah tidak benar.

“menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 49 PRP 1960 penetapan tersebut merupakan penetapan yang tidak tepat”, jelas Nindyo.

Setiap warga negara berhak mengusulkan uji materi undang-undang di Mahkamah konstitusi jika menemukan adanya  ketidakselarasan antara undang undang dengan Undang Undang Dasar.

Terkait ramainya pemberitaan sidang uji materi Perpu 49 PUPN ini, mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie menghimbau agar mempercayakan keputusan pada majelis hakim Mahkamah konsititusi.

“Pendapat para ahli sudah didengar, jadi tunggu saja putusan Majelis Hakim MK”, tegas Jimly singkat. (dik)

Exit mobile version