Reporter: Abu Mila
JAKARTA, RN.COM Tujuh puluh satu tahun sudah kita merasakan nikmat Allah Subhanahu Wata’ala berupa kemerdekaan. Tahun demi tahun berganti, banyak pertanyaan senantiasa menggelayut benak, benarkah kita sudah merdeka. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merdeka artinya adalah bebas, berdiri sendiri, lepas dari tuntutan, atau tidak terikat. Benar kita telah bebas dari penjajahan bangsa lain, tapi apakah kita sudah bisa berdiri sendiri? Kemandirian pangan salah satu contohnya. Coba lihat saat kita berbelanja di supermarket, berapa banyak produk pangan yang berasal dari tanah kita sendiri. Kebanyakan adalah produk berbahan dasar gandum atau bahan lainnya yang bukan asli Indonesia. Bahkan kita juga mengimpor beras, gula, sapi, buah-buahan, dan lain sebagainya. Padahal tanah kita yang ijo royo-royo ini bisa ditanami hampir apapun. Bahkan band Koes Plus pun sampai bilang di salah satu lagunya bahwa tanah kita adalah tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Ustadz Muhaimin Iqbal, seorang ahli pertanian Islam mengatakan, Di sekitar kita begitu banyak potensi tapi kita mencarinya terlalu jauh, malah kita tidak melihat potensi yang ada di sekitar kita. Contoh sederhana adalah sebenarnya makanan kita dari mulai biji, sayur dan sebagainya kan semua bisa tumbuh, tapi kenapa kita impor makanan gandum yang begitu jauh diimpor separuh bumi, ujar Ustadz Iqbal.
Alih-alih mengandalkan gandum sebagai bahan pangan kita, sebenarnya kita bisa mengoptimalkan tanaman-tanaman yang memang sudah sedari lama menjadi bahan pangan pokok kita. Kita bisa mengolah ubi, singkong, jagung, sagu dan lainnya. Hal ini bisa dimulai dari kita masing-masing rumah tangga untuk membiasakan diri memakan produk asal negeri sendiri. Bahkan lebih baik lagi kalau kita mulai menanami lahan yang kita punya dengan bahan makanan yang berupa umbi-umbian atau sayur dan buah-buahan. Beberapa waktu lalu, pemerintah melalui Kementrian Pertanian juga sudah menggulirkan Program Kawasan Rumah Pangan Lestari, yang bertujuan agar tiap rumah bisa memanfaatkan lahan pekarangan runah untuk memenuhi kebutuhan pangannya.
Dalam skala global, memang ada masalah serius dalam bidang pertanian dan peternakan di negeri ini. Hal inilah yang mendorong Ustadz Iqbal melalui start-up centre hasil prakarsanya, untuk mencoba memperbaiki kondisi pertanian yang tengah terpuruk. Menjadi petani kini bukanlah profesi yang mentereng, bahkan identik dengan kemiskinan belaka. Hal ini terjadi karena terlalu panjangnya mata rantai dari petani hingga konsumen. Hal inilah yang coba dibenahi oleh tim startup yang belokasi di jalan Juanda, Depok ini. Startup yang diberi nama iGrow ini bahkan langsung menjadi startup terbaik di ajang Startup Arena Asia 2014. Tak hanya sampai di situ, iGrow juga menjadi 3 startup terbaik di EuroAsia pada gelaran Startup Istanbul 2015.
Lalu apa yang membuat iGrow begitu istimewa hingga menjadi yang terbaik di EuroAsia? iGrow adalah sebuah platform yang membantu petani lokal, lahan yang belum optimal diberdayakan, dan para investor penanaman untuk menghasilkan produk pertanian organik berkualitas tinggi.Hal yang akan sangat membantu petani yang selama ini kesulitan untuk menjual hasil pertanian mereka dengan harga yang bagus. Produk pertanian iGrow sangat beragam, dari mulai kacang tanah, kurma, kelengkeng, akar wangi, dan lain sebagainya. iGrow bukanlah semata produk komersil belaka, tapi juga punya misi besar untuk bisa melestarikan kehidupan di bumi. Menciptakan ketahanan pangan yang dapat diakses secara adil dan merata bagi semua manusia di bumi.
Di saat 19 juta lebih rakyat Indonesia yang kini masih kelaparan, rasanya 71 tahun merdeka belum bisa dirasakan oleh semua orang. Tapi cercah harapan selalu ada, dengan program pemerintah seperti Program Kawasan Rumah Pangan Lestari, atau yang diprakarsai oleh swasta seperti iGrow, kita harus optimis bahwa suatu saat nanti bangsa kita bisa merdeka dari rasa lapar, dan bisa berswasembada pangan yang sesungguhnya. (ML)