Site icon Reportase News

Warga Desa Sukawangi Gugat Kementerian Kehutanan dan Perhutani atas Dugaan Kriminalisasi dan Pelanggaran HAM

Kuasa hukum warga Sukawangi usai menjalani sidang gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/3/25)

JAKARTA, Reportasenews  – Sengketa lahan antara warga Desa Sukawangi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, dengan Kementerian Kehutanan dan Perum Perhutani KPH Bogor kini memasuki ranah hukum perdata. Melalui Siagian Sudibyo & co Lawfirm, warga melayangkan gugatan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait dugaan pelanggaran HAM dan kriminalisasi yang dialami masyarakat setempat.

Gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 445/PDT.G/2025 itu diajukan oleh perwakilan Masyarakat Desa Sukawangi sebagai penggugat. Pihak tergugat adalah Kementerian Kehutanan Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan cq. Direktorat Penindakan Pidana Kehutanan (Tergugat I) serta Perum Perhutani KPH Bogor Divisi Regional Jawa Barat & Banten (Tergugat II).

Menurut kuasa hukum, Ardik Putra, SH, sengketa bermula pada Maret 2025, ketika Kementerian Kehutanan menetapkan tanah di Desa Sukawangi sebagai Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Perubahan ini terlihat di peta resmi Kementerian, di mana wilayah yang semula berwarna putih mendadak berubah menjadi hijau.

Penetapan itu disebut berawal dari laporan Perhutani kepada Kementerian Kehutanan. Warga menilai langkah tersebut sewenang-wenang karena selama puluhan tahun mereka mengelola, bermukim, dan menggantungkan hidup dari lahan tersebut tanpa pernah dikategorikan sebagai kawasan hutan.

“Desa Sukawangi sudah ada sejak 1950, dihuni masyarakat adat dan petani. Tiba-tiba statusnya diubah tanpa pernah ada sosialisasi, evaluasi, atau kunjungan langsung dari pihak Perhutani,” ujar Ardik kepada awak media usai menghadiri sidang ketiga di PN Jakpus, Rabu (12/8/28).

Sementra kuasa hukum lainnya, Hosbal Sihombinh, SH  melanjutkan, Persoalan semakin memanas ketika Kementerian Kehutanan mengeluarkan sejumlah laporan kejadian yang menuduh warga dan pengembang di Desa Sukawangi menguasai kawasan hutan secara ilegal. Setidaknya empat orang warga telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Bayangkan, mereka dijadikan tersangka di atas tanah miliknya sendiri. Bahkan ada yang sudah memiliki sertifikat resmi dan rutin membayar pajak ke negara,” sambung Hosbal.

Penggugat juga menyoroti dasar hukum yang digunakan, yakni Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.6435/Menhut-VII/KUH/2014, yang sebenarnya sudah dibatalkan melalui putusan PTUN Jakarta Nomor 185/G/2024/PTUN.JKT pada 30 Oktober 2024.

Kuasa hukum yang diwakili oleh Lamira Sirait, SH, Ardik Putra, dan Hosbal Sihombinh ini menegaskan, gugatan perdata ini mereka ajukan untuk menguji terlebih dahulu status lahan, sebelum ada proses pidana lebih lanjut.

“Kalau status tanah belum jelas, bagaimana mungkin warga langsung dipidana? Negara seharusnya hadir untuk melindungi rakyat, bukan menakuti atau menyakiti mereka,” tegasnya.

Warga berharap proses perdata ini bisa memberikan kepastian hukum atas status tanah mereka dan menghentikan seluruh proses kriminalisasi. Sidang keempat perkara ini dijadwalkan berlangsung pada 27 Agustus 2025 dengan agenda tanggapan dari para tergugat.

“Ini bukan hanya soal Desa Sukawangi. Kalau dibiarkan, kasus seperti ini bisa terjadi di banyak daerah lain. Negara harus membuktikan dulu lewat perdata sebelum mempidanakan warga,” tutupnya.(dik)

Exit mobile version