Jakarta, Reportasenews.com – Wartawan Harian Umum Suara Merdeka yang tergabung dalam Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka), Nurokhman Takwad, meluncurkan sebuah novel berjudul “The Djaksa: Labirin Prosekutor” yang menceritakan kehidupan seorang jaksa.
Peluncuran novel tersebut dihadiri oleh Plt Wakil Jaksa Agung (Waja) Bambang Waluyo didampingi sejumlah pejabat lainnya di Korps Adhyaksa, dengan pembicara sastrawan Humam S Hudori.
“Novel The Djaksa: Labirin Presekutor adalah bukti perhatian yang tulus sang penulis terhadap kinerja kejaksaan dan masa depan penegakan hukum di Indonesia,” kata Ketua Umum Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) yang juga Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Noor Rochmad, Kamis (23/2), di Jakarta.
Ia menyebutkan novel tersebut sekaligus memberikan “nutrisi” berkualitas yang mampu menonjolkan nilai-nilai kehidupan sosial melalui narasi kehidupan persahabatan enam insan Adhyaksa yang disajikan secara sederhana. “Sesekali menggelitik, tetapi sepenuhnya sarat makna,” katanya.
Karakter enam jaksa di dalam novel itu, ditambahkan memang belum sepenuhnya mewakili seluruh Jaksa Indonesia tetapi telah mampu memberikan gambaran tantangan yang dihadapi para jaksa ketika menjalankan profesinya.
“Alur cerita yang disajikan juga merupakan ‘cambuk; bagi Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya bagi PJI yang merupakan satu-satunya wadah perkumpulan jaksa Indonesia, untuk lebih peka mendengarkan suara insan Adhyaksa di seluruh penjuru,” katanya.
Penulis novel, Nurokhman Takwad menyebutkan dirinya menyusun novel itu selama dua tahun berdasarkan pengalaman tujuh tahun meliput di lingkungan kejaksaan.
“Pengalaman liputan di kejaksaan mengilhami saya membuat karya,” katanya.
Novel dengan 218 halaman itu, menceritakan Samara Kindi bersama lima sahabatnya yang menjalani pendidikan jaksa, mereka bukan hanya ditempa dengan pengetahuan dan keahlian, tapi juga nilai religius, spiritualitas, dan moralitas yang akan meninggikan dan menokohkan integritas.
Namun di lapangan, tak sedikit rintangan harus Samara hadapi, mulai dari keterbatasan anggaran organisasi, sistem manajemen sumber daya manusia yang belum mampu mengakomodasi banyak potensi unggul di berbagai daerah.
Samara merasakan betapa beratnya menangani perkara, khususnya tindak pidana “extra ordinary crime”. Para pelaku kejahatan pada tindak pidana tersebut melakukan berbagai cara untuk memuluskan target kejahatannya.
Samara merasakan dan mengalami semuanya, termasuk di mutasi. Dia mencoba melawan, dia mencari tahu siapa sesungguhnya dalang semua itu. Dia juga menelisik siapa saja yang berkompolot dengan sang dalang, termasuk orang-orang di sekitarnya, apa sahabatnya juga terlibat? adakah kemelut cinta. (Aksa)