Jakarta, reportasennews.com – Menko Polhukam, Wiranto mengimbau semua elemen masyarakat tidak menjadikan ajakan nonton film G.30 S/PKI sebagai polemik. Wiranto menyatajan ajakan nonton film tersebut tidak usah diperdebatkan lagi.
Imbauan Menko Polhukam itu disampaikan lewat pers rilis, yang dikeluarkan Sabtu (24/9). Dalam pers rilis itu Wiranto mengaluarkan dua sikap perihal ajakan nonton film G.30 S/PKI dan tanggapan soal rencana pembelian senjata oleh Badan Intelejen Negara (BIN). Dua sikap tersebut yakni:
Pertama, mengenai pemutaran kembali Film Penghianatan G.30 S /PKI, dan ajakan untuk nonton bareng bagi beberapa institusi merupakan hal yang tidak perlu diperdebatkan. Peristiwa 30 September 1965 adalah peristiwa sejarah kelam bangsa Indonesia.
Masih banyak peristiwa serupa yang dialami bangsa Indonesia seperti pemberontakan DI/TII, Pemberontakan PRRI/Permesta, peristiwa Malari di tahun 1974 yang semua itu adalah rangkaian fakta sejarah yang sudah berlalu. Kita tidak mungkin memutar kembali jarum jam dan mengubah fakta sejarah sekehendak kita.
Sejarah tersebut merupakan perjalanan bangsa yang dapat dijadikan referensi bangsa untuk menatap ke masa depan. Menonton film sejarah memang perlu bagi generasi berikutnya untuk memahami sejarah kebangsaan Indonesia secara utuh. Kita tak perlu malu, marah atau kesal menonton film sejarah.
Ajakan atau anjuran menonton tak perlu dipolemikkan apalagi sampai membuat bangsa ini bertengkar dan berselisih. Anjuran Presiden untuk mempelajari sejarah kebangsaan dengan menyesuaikan cara penyajian agar mudah dipahami oleh generasi Milenium, merupakan kebijakan yang rasional.
Kedua, informasi dari Panglima TNI tentang adanya institusi di luar TNI dan Polri yang akan membeli 5000 pucuk senjata standard TNI, tidak pada tempatnya dihubungkan dengan eskalasi kondisi keamanan, karena ternyata hanya adanya komunikasi antarinstitusi yang belum tuntas.
Setelah dikonfirmasikan kepada Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN dan instansi terkait, terdapat pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan PINDAD (bukan 5.000 pucuk dan bukan standar TNI) oleh BIN untuk keperluan pendidikan intelijen.
Pengadaan seperti ini izinnya bukan dari Mabes TNI tetapi cukup dari Mabes Polri. Dengan demikian prosedur pengadaannya tidak secara spesifik memerlukan kebijakan Presiden. Berdasarkan penjelasan ini diharapkan tidak ada lagi polemik dan politisasi atas kedua isu tersebut.(ham)