Kupang, Reportasenews.com –
Kasus pencabulan yang menyeret eks Kapolres Ngada, AKBP. Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja terhadap tiga anak perempuan berusia 6 tahun, 13 tahun dan 16 tahun di NTT, mendapat perhatian serius dari Jaksa Agung, ST. Burhanuddin.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kajati NTT), Zet Tadung Allo saat mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi 3 DPR RI, Jakarta, Kamis (22/5) siang terkait penanganan kasus cabul yang melibatkan eks Kapolres Ngada AKBP. Fajar.
Disampaikan Zet sejak awal kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan AKBP. Fajar tersebut mencuat ke publik, Jaksa Agung, ST. Burhanuddin telah memberikan perhatian serius.
Apalagi kata dia, kasus tersebut menjadi menjadi viral di media di dalam negeri dan juga menjadi sorotan media asing.
“Sejak awal pimpinan kami Jaksa Agung, ketika perkara ini mencuat di media bahkan disorot oleh media intersional menyampaikan kepada kami untuk menangani perkara ini secara profesional,” kata Kepala Kejati NTT, Zet Tadung Allo saat diminta Ketua Komisi 3 Habiburokhman memberi paparan didepan anggota Komisi 3 DPR RI.
Dia menjelaskan perintah dan perhatian serius Jaksa Agung tersebut diberikan kepada Kejaksaan Tinggi NTT agar bisa mempertahankan harkat dan martabat Bangsa Indonesia didunia internasional sehingga penanganan perkara kasus cabul eks. Kapolres Ngada AKBP. Fajar harus dilakukan secara profesional.
Disampaikan Zet, dalam kasus kekerasan anak yang menyeret AKBP. Fajar ada pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yang diajukan oleh penyidik yakni AKBP. Fajar selaku eks Kapolres Ngada dan SHDR, alias Stefani, alias Fani atau perempuan F (20)
Dikatakannya untuk konstruksi pasal yang dikenakan terhadap tersangka AKBP. Fajar adalah pasal 81 ayat 1, jo pasal 76 huruf (e) Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
“Dikomulatifkan dengan tindak pidana ITE yaitu pasal 45 ayat 1, jo pasal 27 ayat 1 yang diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua undang-undang nomor 11 (tahun) 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik,” ucapnya.
Sedangkan lanjut Zet untuk tersangka berikutnya yakni SHDR alias Stefani alias Fani atau perempuan F yang berusia 20 tahun dijerat tindak pidana dengan pasal perlindungan yaitu pasal 81 ayat 2 undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Dan juga kata Zet, terhadap tersangka Fani juga dijerat dengan pasal yang dikomulatifkan dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yakni pasal 2 ayat 1 jo pasal 10 jo pasal 17 undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana pemberantasan perdagangan orang.
Kajati NTT juga mengungkap ada tiga korban anak dalam kasus yang menyeret AKBP. Fajar dan juga tempat kejadian perkara dan waktu terjadinya peristiwa pidana.
Ketiga korban anak yang menjadi korban AKBP. Fajar yang diungkap Zet tersebut adalah anak IBS (6) terjadi di Hotel Kristal Kupang pada tanggal 11 Juni 2024, kemudian korban anak MAF (16) terjadi di Hotel Harper Kupang pada 15 Januari 2025 dan korban cabul AKBP. Fajar berikutnya adalah anak WAF (13) peristiwa kekerasan seksual terjadi di Hotel Kristal pada 25 Januari 2025.
Disebutkan Zet, untuk berkas perkara tersangka AKBP. Fajar sudah dilimpahkan penyidik Polda NTT dan telah diterima oleh Kejati NTT. Berkas perkara AKBP. Fajar sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh jaksa peneliti dan siap untuk disidangkan.
“Kami laporkan bahwa untuk tersangka satu (AKBP. Fajar) sebagaimana juga disampaikan dirkrimum tadi bahwa telah dilakukan P21 tinggal kami menunggu kapan diserahkan tahap duanya untuk segera kami sidangkan,” kata Zet.
Sementara itu, Zet juga mengungkapkan bahwa untuk berkas perkara tersangka SHDR alias Stefani alias Fani atau perempuan F masih menunggu dilimpahkan kembali oleh penyidik Polda NTT setelah memenuhi petunjuk dari jaksa peneliti setelah dikembalikan oleh jaksa pada 6 Mei lalu.
Dia menyebut selama ini hubungan antara Kejaksaan Tinggi NTT dan Polda NTT selalu bersinergi dan berkoordinasi dengan baik.
“Kami pastikan bahwa kami dengan Polda (NTT) koordinasi yang cukup baik, kami setiap dua bulan sekali kami melakukan coffe morning bersama jajaran penegak hukum dan koordinasi kami cukup baik dengan dirkrimum,” ujarnya.
Karena itu dia menjelaskan dalam kasus cabul AKBP. Fajar yang sedikit mengalami keterlambatan karena ada situasi-situasi tertentu saja yang menyebabkan dari sisi durasi waktu cukup lama.

