Jakarta, Reportasenews – Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, kembali mengungkap dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penyaluran dana BLBI 1998. Kali ini, ia meminta untuk Presiden dan DPR segera turun tangan mengusut dan menuntaskan persoalan yang sudah 26 tahun tak kunjung tuntas.
Kasus penyalahgunaan wewenang dalam penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) 1998, yang melibatkan oknum Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan sejumlah bank swasta, telah menunjukkan adanya “kondisi mengerikan” bagi perekonomian nasional. Kepercayaan terhadap BI sebagai bank sentral, yang seharusnya menjadi penjaga stabilitas ekonomi, kini berada di ujung tanduk.
Menurut Uchok Sky Khadafi, Direktur Center for Budget Analysis, persoalan ini tidak hanya menyangkut pelanggaran aturan, tetapi juga mengancam integritas dan kredibilitas institusi yang menjadi pilar sistem keuangan Indonesia.
Berdasarkan dokumen yang CBA pelajari, ada empat kali penyaluran dana dari BI ke rekening rekayasa jenis individual. Yakni, pada 6 Oktober 1997 sebesar Rp239,6 milyar, 12 November 1997 sebesar Rp 120,6 milyar, 11 Desember 1997 sebesar Rp159,5 milyar, dan pada 31 Desember 1997 sebesar Rp486,2 milyar. Sehingga totalnya Rp1,015 trilyun.
“Ini luar biasa aneh ada dana turun ke Centris International Bank ratusan miliar rupiah pada tanggal 31 Desember 1997, sementara dari dokumen audit BPK di BI di tanggal tersebut Bank Centris Internasional tidak bersaldo debet atau bersaldo merah, jadi tidak mungkin BCI menerima dana BLBI, jadi kemana larinya uang itu”, ujar Uchok heran.
Sebelumnya, pada Kamis pekan lalu, CBA menyoroti adanya rekening rekayasa jenis individual atas nama Centris International Bank (CIB) dengan nomor 523.551.000 yang bisa ikut melakukan transaksi kliring dalam call money overnight antara Bank Centris Internasional (BCI) nomor 523.551.0016, dengan sejumlah bank swasta, seperti Bank Mega, Bank Sino, dan Bank BTPN.
“Rekening rekayasa ini bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi merupakan pelanggaran serius terhadap aturan perbankan yang berlaku. Perbuatan ini memperlihatkan bagaimana kepentingan segelintir pihak mampu mengorbankan integritas sistem keuangan nasional,” jelas Uchok.
Desakan kepada Presiden dan DPR
Uchok mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar tidak tinggal diam. Menurutnya, kasus ini tidak boleh dianggap remeh, apalagi dibiarkan tanpa penyelesaian yang tuntas.
“Presiden dan DPR harus segera memanggil pihak-pihak yang terlibat dan menggelar rapat khusus untuk mengusut tuntas perkara ini. Jangan anggap remeh dan main-main dengan masalah yang menyangkut kepercayaan publik terhadap bank sentral,” ujarnya.
Uchok menambahkan, dampak dari kasus ini tidak hanya terbatas pada kerugian keuangan negara, tetapi juga pada stabilitas sistem perbankan nasional.
“Integritas BI sebagai bank sentral dipertaruhkan. Jika ini terus dibiarkan, kepercayaan investor terhadap sistem keuangan kita akan runtuh,” lanjutnya.
Ancaman bagi Kredibilitas Ekonomi Indonesia
Menurutnya, kasus ini menambah deretan panjang skandal keuangan yang mencoreng wajah perekonomian Indonesia. Keberadaan rekening rekayasa yang memungkinkan transaksi ilegal menunjukkan lemahnya pengawasan dan pengendalian di tubuh BI pada saat itu. Situasi ini menjadi ancaman nyata bagi kredibilitas Indonesia di mata internasional.
“Negara ini membutuhkan ketegasan dalam menegakkan hukum. Jika kasus sebesar ini tidak diselesaikan dengan tuntas, bagaimana kita bisa berharap investor percaya pada integritas sistem keuangan kita?” tutup Uchok Sky Khadafi.(*)

