Bengkayang, reportasenews.com – Pulau Lemukutan, bagian wilayah Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Bagi masyarakat luar Kalimantan Barat, Pulau Lemukutan tidaklah setenar objek wisata bahari Derawan di Kalimantan Timur.

Namun pesona pantai dan bentangan alam Pulau Lemukutan yang berbukit  dengan barisan pohon kelapa serta hutan pohon cengkeh yang telah berusia puluhan tahun ini, dapatlah keindahan panorama pulau Lemukutan disejajarkan sebagai objek wisata bahari yang menawan untuk dikunjungi.

Belum lagi dari pesisir pantai yang memanjang berbaris batuan granit serta lautan dengan ombak yang tenang serta Taman Kima yang menjadi salahsatu keindahan taman lautnya. Wisatawan dapat bermain air atau ombak, dari sekedar snorkeling hingga menyelam menikmati taman laut dengan karang-karang  yang indah serta air laut yang jernih.

Tak hanya itu, mata para pengunjung juga dimanjakan dengan pesona keindahan sunrise dan sunset di Pantai Lemukutan dengan barisan pulau berbukitan di sekitar pulau Lemukutan, seperti Pulau Randayan dan Pulau Seluas yang tak kalah indahnya juga untuk dikunjungi.

Lemukutan adalah pulau yang paling besar di antara pulau-pulau yang terdapat di Kecamatan Sungai Raya Kepulauan. Pulau Lemukutan ini dihuni penduduk tetap yang telah lama menanam cengkeh sebagai hasil pertanian andalan,selain sebagai nelayan tradisional.

Barisan pohon-pohon cengkeh langsung tampak dari kejauhan saat kapal motor yang bertolak dari dermaga Teluk Suak mulai merapat ke dermaga Pulau Lemukutan. Ada beberapa dermaga singgahan yang dapat dipilih dari dermaga kayu yang dibangun masyarakat setempat, ataupun dermaga yang kokoh dibangun pemerintah serta pemilik villa-villa dan penginapan di sepanjang bibir pantai pulau Lemukutan.

Jarak tempuh dari Kota Pontianak ke Pulau Lemukutan sekitar 115 kilometer, atau sekitar 32 kilometer dari Kota Singkawang. Jarak yang tidak terlalu jauh dari kota Pontianak, menjadikan objek wisata bahari Pulau Lemukutan menjadi favorit liburan wisata.

Namun untuk menuju ke Pulau Lemukutan ini hanya tersedia transportasi air berupa kapal kelotok yang mampu memuat penumpang maksimal tak lebih dari 30 orang. Sebagian besar armada kapal kelotok yang berjumlah 9 kapal ini hanya melayani perjalanan pulang pergi  ke Pulau Lemukutan antara pukul 09.00 sampai pukul 10.00 dengan waktu perjalanan selama 1 jam.

 

Cengkeh Yang Tak “Harum” Lagi

Di balik ‘surga yang terselip di Pulau Borneo’ ini ada cerita kurang menguntungkan yang dialami para petani cengkeh di pulau Lemukutan. Cerita itu datang dari para petani cengkeh di Pulau Lemukutan, salahsatunya pak Hamdani.

“Itulah kami meminta bantuan dan perhatian pemerintah, terutama dinas pertanian terkait, karena selama ini kami menjual hasil cengkeh kepada tengkulak di Singkawang, karena harga cengkeh yang dijual sangat rendah, karena tengkulak ini agen tunggal,” kata petani cengkeh Lemukutan, Hamdani MZ, saat disapa reportasenews.com di rumah kayu sederhananya di bibir pantai Pulau Lemukutan.

Hamdani bersama isterinya sedang sibuk menjemur hasil panen buah cengkeh.

Petani cengkeh di P Lemukutan, panen melimpah dengan harga yang tidak kompetitif. (ds)
Petani cengkeh di P Lemukutan, panen melimpah dengan harga yang tidak kompetitif. (ds)

 

Ada beberapa alas tikar yang penuh dengan buah cengkeh yang telah berwarna cokelat maupun yang masih berwarna hijau. Di bawah terik matahari, buah-buah cengkeh ini dijemur hingga mengering.

Saat mengering ini, aroma cengkeh yang wangi langsung menyengat hidung. Aroma cengkeh yang wangi ini ternyata tidak lah menguntungkan para petani cengkeh selama ini. Aroma cengkeh ini hanya dinikmati secara abstrak, sementara hasil panen cengkeh lebih banyak menguntungkan para tengkulak.

Harga cengkeh kering saat ini turun dratis. Harga cengkeh kering ini hanya dipatok Rp 80 ribu per kilogram. Harga cengkeh terus turun akibat beberapa factor. Selain hasil panen cengkeh saat ini jauh berkurang, karena selama ini pohon cengkeh yang ditanam hanya mengandalkan sumber hara dari alam.

“Sama sekali sejak ditanam, tidak pernah diberi pupuk, apalagi pupuk sangat langka dan mahal. Dan bantuan pupuk subsidi dari pemerintah sama sekali tidak pernah diterima. Sedangkan harga cengkeh tidak pernah naik,”keluhnya.

Hasil pertanian cengkeh tidak mengenal musim, namun rata-rata puncak musim panen cengkeh pada bulan Juni hingga Desember.

Selain harga cengkeh yang terus turun, Hamdani sebagai petani cengkeh mengeluh karena selama ini tidak mendapat pendampingan dari penyuluh pertanian. Dampak harga cengkeh yang terus turun ini, petani juga kesulitan mengupah para pemetik cengkeh.

“Dampak ini menyebabkan pemetik cengkeh malas bekerja karena upah yang murah. Para pekerja pemetik buah cengkeh ini hanya diberi upah mulai Rp 5000 hingga Rp 10.000. Sementara harga cengkeh tidak pernah naik,” kesalnya.

Padahal sebelum dijual ke pasar, atau ke agen tunggal, buah cengkeh yang telah dipetik terlebih dahulu disortir selanjutnya buah cengkeh ini dijemur di bawah terik matahari. Setelah warna buah cengkeh mulai kecoklatan, buah cengkeh dipastikan telah mengering selanjutnya dikemas ke dalam wadah dan dijual.

“Proses penjemuran buah cengkeh ini mengandalkan cuaca panas, jika musim hujan kualitas buah cengkeh jadi kurang baik, karena buah cengkeh disimpan dulu di kantong plastik yang menyebabkan buah cengkeh cepat berubah. Setelah dua hingga tiga hari disimpan, jika cuaca panas cengkeh baru dijemur,” terangnya.

Hasil panen cengkeh di pulau Lemukutan per musim bisa mencapai 1 ton, namun saat ini hasil panen cengkeh berkurang dibawah 500 kilogram.

Kondisi ini menyebabkan petani cengkeh di Pulau Lemukutan ini semakin terpuruk. Disisi kurangnya perhatian dan bantuan dari pemerintah serta agen tunggal penyaluran hasil panen cengkeh, sisi lainnya petani cengkeh dihadapkan masalah penyakit dan hama tanaman cengkeh seperti penyakit meranting yang kerap membuat tanaman  cengkeh yang sedang berbuah mati mendadak dan mengering. Sampai detik ini, penyakit meranting ini belum teratasi.

Karena itu pula, meski sebagian wilayah pulau Lemukutan tertutup oleh kanopi-kanopi barisan pohon cengkeh, namun hasil pertanian andalan warga Pulau Lemukutan sesungguhnya sangat memprihatinkan. Selain hanya mampu bertahan dari hasil panen cengkeh yang terus menurun, warga pulau Lemukutan terpaksa harus mencari alternatif lainnya sebagai sumber penghasilan yakni sebagai nelayan atau menjadikan rumah-rumah sederhana mereka sebagai homestay  bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Lemukutan.(ds)