Jakarta, Reportasenews – Kemenkeu, Bank Indonesia dan Bank Centris adalah para pihak yang sedang berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang perkara No 171/Pdt.G/2024/PN.Jak.Pus adalah gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Kemenkeu dan BI oleh Bank Centris Internasional (BCI).

Salah satu dasar gugatannya adalah terkait perjanjian Jual Beli Promes Dengan Jaminan antara Bank Centris dengan BI yang tertuang pada akte 46 tahun 1998. Bank Centris telah menyerahkan promes nasabah sebesar 492 M dan menyerahkan jaminan lahan seluas 452 ha dengan hipotek atas nama bank Indonesia.

Namun dalam persidanagan gugatan BPPN terhadap Bank Centris di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2000 terbukti Bank Centris tidak menerima Pembayaran 490 M yang diperjanjikan dari Bank Indonesia.

“Bank Centris tidak menerima uang satu rupiahpun dari perjanjian jual beli promes tersebut karena  terbukti uangnya justru dikreditkan ke rekening rekayasa no 523.551.000, padahal rekening BCI adalah adalah no 523.551.0016. Sementara jaminan yang telah diserahkan tidak jelas keberadaannya,” jelas Andri Tedjadharma, salah satu pemegang saham Bank Centris sebagai penggugat.

Anehnya, tanpa sepengetahuan Bank Centris, Bank Indonesia justru menjual Cessie nasabah Bank Centris kepada BPPN seperti tertuang dalam akte 39. Padahal masih terikat perjanjian dengan Bank Centris.

Karena akte 39 tersebut, Bank centris kemudian dituduh sebagai obligor. Padahal Bank Centris tidak menerima bantuan BLBI atau pinjaman melainkan hanya melakukan jual beli promes dengan jaminan.

“Hanya Bank yang pada tanggal 31 Deseber 1997 bersaldo negative lah yang menerima bantuan dengan cara saldo negatifnya dikonversi menjadi fasilitas Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK) yang dikemudian hari disebut BLBI. Mereka kemudian harus menyerahkan aset pribadi per tanggal 15 Januari 1998. Dari situlah lahir Akta Pengakuan Utang (APU), MIRNA dan MSAA,” lanjut Andri.

Andri mengatakan, Bank Centris  maupun dirinya tidak  pernah menandatangani perjanjian dengan BPPN terkait APU MRNIA dan MSAA, serta tidak terdaftar sebagai bank yang ikut program Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) seperti  disebutkan dalam audit BPK 2006 karena Bank Centris adalah bank yang digugat oleh BPPN di pengadilan Jakarta Selatan tahun 2000.

“Sekarang PUPN, Satgas BLBI dan KPKNL menyita harta pribadi dan keluarga saya yang sama sekali  bukan merupakan jaminan dan tidak ada urusan apapun dengan Bank Centris. Saya juga dituduh sebagai penanggung hutang pada negara, padahal tidak ada satupun pengadilan yang menyatakan saya sebagai penanggung hutang. Bahkan dari 6 kali berperkara selalu menang”, tegasnya Andri heran dengan aksi-aksi penyitaan yang dilakukan KPKNL.

Sementara jaminan yang telah diserahkan Bank Centris kepada Bank Indonesia sama sekali tidak pernah disebut sebut atau diperhitungkan dalam penyelesaian masalah ini.

“Atas dasar raibnya jaminan itulah saya akhirnya menggugat Kemenkeu dan BI telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Dimana sebenarnya sekarang  keberadaan jaminan tersebut, apakah masih di BI atau sudah diserahkan ke Kemenkeu? Ini yang akan saya tanyakan di pengadilan.” Tanya Andri heran.

Menanggapi gugatan Andri Tedjadharma terkait  jaminan tanah 542 ha dalam akta 46  yang tidak diserahkan BI kepada BPPN, Asep, tim hukum Bank Indonesia mengaku tidak masalah.

“Untuk masalah jaminan itu ada dan sudah diserahkan ke BPPN.” jawab Asep

Sementara surat resmi yang layangkan Ketua KPKNL Jakarta I, Roffi Edy Purnomo kepada Andri Tedjadharma. Dalam surat bernomor S-3048/KNL.0701/2023 menyatakan menerima pengurusan piutang tidak disertai dengan barang jaminan. (dik)