Jakarta, Reportasenews – Andri Tedjadharma selaku pemohon Uji Materi nomor 128 Tentang Frasa Pada UU PP49 PUPN di Mahkamah Konstitusi, menyampaikan bahwa prinsip dasar permohonan adalah tidak mencari kesalahan dan tidak menyalahkan siapapun.

Dirinya hanya ingin mencari dan mengemukakan kebenaran yang ansich benar yang di akui semua pihak dengan dasar dan bukti yang tidak terbantahkan.

Dalam proses uji materi ini tidak ada yang menjadi lawan, semuanya adalah kawan sebangsa setanah air, jadi tidak ada yang menang dan kalah, semuanya adalah pemenang, karena telah memenangkan kebenaran itu sendiri, kemukanya

Menurutnya sebagai bagian dari bangsa ini kalau merasa ada hal yang kiranya kurang berkenan di dalam perbuatan dan perlakuan maka ada sarana pengadilan dan lain-lain sarana termasuk politik.

Namun, apabila sudah berupaya maksimal masih tidak ada jalan keluar juga, lantaran itulah beranggapan bukan mereka yang zolim, tapi karena undang-undang yang di pakai bermasalah.

Lebih lanjut, Andri Tedjadharma menerangkan secara mendalam, sekiranya memang ada ketidakselarasan dengan UUD, maka itu wajib mengusulkan untuk di uji materi di Mahkamah Konstitusi.

” Di tempat (MK) inilah akan terjadi perbaikan atas undang-undang itu jika terbukti melanggar konstitusi yang di akui bersama, maka dalam hal ini yang menang adalah semua karena telah menemukan kebenaran demi keadilan dan kebaikan sehingga Trias Politika sungguh tercapai di negara demokrasi yang partnernalistis ini yang mengutamakan musyawarah untuk mufakat agar menjadi adil makmur aman dan sentosa,” jelas Andri dalam keterangannya, Rabu (11/6).

Karena itu, dirinya yakin dan percaya bahwa para Yang Mulia Hakim yang menguji materi UU PP49 ini akan berfikir jernih karena datang dari hati yang bersih, dapat mengerti dan memahami perasaan seseorang yang terzolimi selama 27 tahun dengan ikut merasakan serta menghayati seperti apa yang ia rasakan.

Sementara Hardjuno Wiwoho, pakar yang konsen meneliti kasus BLBI turut menanggapi uji materi Perpu PUPN di Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Andri Tedjadharma, salah satu pemegang saham Bank Centris Internasional.

Menurutnya sidang ini semestinya menjadi momentum untuk membuka kembali keseluruhan proses penanganan BLBI secara transparan dan objektif.

“Sidang ini sebagai pintu masuk untuk menelaah secara menyeluruh bagaimana negara dulu menangani BLBI, baik dari sisi kebijakan, pelaksanaan, maupun penegakan hukumnya,” ujar Hardjuno.

Ia menambahkan, fakta-fakta yang muncul di persidangan termasuk temuan audit dan dugaan kekeliruan penyaluran dana harus dilihat secara serius dan diuji secara objektif. Ia menilai bahwa kasus BLBI terlalu lama diselimuti oleh kabut ketertutupan, padahal menyangkut kredibilitas institusi negara dalam menangani krisis keuangan.

“Jika memang ada prosedur yang tidak dijalankan secara benar, atau terdapat kekeliruan dalam penetapan tanggung jawab, maka negara harus mau mengoreksi. Tapi semua itu mesti dibuka melalui mekanisme hukum yang sahih, dan dilakukan secara menyeluruh, bukan sepotong-sepotong,” tegasnya.

Hardjuno melanjutkan bahwa Perpu PUPN sendiri memang berasal dari masa yang berbeda dan patut dikaji ulang relevansinya dalam konteks hukum tata negara dan hak asasi manusia hari ini.(rn)