MADINA, Reportasenews – Aroma kecurangan kembali menyeruak dari proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) tahap dua tahun 2024 di Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Sumber internal sekolah menyebut, anak kandung dan keponakan Kepala Sekolah SDN 336 Sinunukan V lolos sebagai peserta seleksi, meski secara aturan jelas tidak memenuhi syarat masa kerja minimal.
Dua nama yang dipersoalkan ialah WK (anak) dan BSN (keponakan). Keduanya baru tercatat mulai bekerja sebagai guru honorer pada Agustus 2024. Artinya, masa pengabdian mereka bahkan belum mencapai setahun ketika proses seleksi berlangsung. Padahal, Peraturan teknis P3K menegaskan syarat minimal masa kerja dua tahun.
“Untuk jabatan teknis, syarat mutlaknya adalah sudah mengabdi minimal dua tahun. Kalau belum, otomatis tidak bisa mendaftar,” ungkap seorang pejabat Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Madina yang enggan disebutkan namanya.
Namun faktanya, WK dan BSN tetap lolos tahap administrasi, bahkan duduk di ruang ujian seleksi. Meski hasil akhir menunjukkan keduanya tidak lulus, dugaan praktik kecurangan tak berhenti sampai di situ.
Informasi terbaru mengungkap, Kepala Sekolah SDN 336 Sinunukan V disebut-sebut menerbitkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) untuk tetap meloloskan anak dan keponakannya dalam pendataan P3K paruh waktu yang kini tengah berlangsung.
Langkah ini memunculkan dugaan adanya rekayasa dokumen. Praktisi pendidikan sekaligus dosen STAIN Madina, Edi Junaedy Nasution, menyebut tindakan itu berpotensi merusak integritas seleksi P3K.
“SK adalah syarat utama. Kalau mereka baru bekerja tapi bisa ikut seleksi, patut dicurigai ada manipulasi dokumen. Kepala sekolah seharusnya menjaga integritas, bukan memberi keistimewaan hanya karena itu keluarga dekat,” tegas Edi, Senin (18/8/2025).
Tak hanya dari sisi etika, tindakan ini juga berpotensi melanggar hukum. Edi yang juga praktisi hukum serta pendiri PWI Madina menegaskan, pengangkatan honorer baru jelas dilarang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, Pasal 65 ayat 2.
“Pejabat yang masih mengangkat honorer jelas bisa dikenai sanksi. Maka kalau terbukti, kepsek wajib diberikan hukuman tegas,” ucapnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Sekolah SDN 336 Sinunukan V belum memberikan klarifikasi meski sudah dihubungi berulang kali.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin syarat formal seleksi yang begitu jelas bisa diterobos begitu saja? Siapa yang memberi jalan bagi dua nama tersebut hingga masuk ke daftar peserta?
Jika benar ada rekayasa dokumen dan penyalahgunaan kewenangan, maka kasus ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan dugaan skandal integritas dalam proses seleksi aparatur negara. (rn)

